Bab I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Al
– Qur’an adalah kitab suci agama islam. Umat islam percaya bahwa al-qur’an
merupakan puncak dan penutup wahyu allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan
bagian dari rukun iman yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui
perantara malaikat Jibril.
Al
– Qur’an dalam pengumpulan nya mempunyai dua tahap yaitu tahap pertama
pengumpulan al – qur’an dalam arti menghafal al – qur’an pada masa nabi, tahap
kedua dalam arti penulisan al- qur’an, hal ini dinamakan penghafal dan
pembukuan al – qur’an.
Dan al – Qur’an juga
memiliki multi fungsi dan selalu mempunyai hubungan yang pasti dalam fenomena
fenomena kehidupan, hal ini diantara nya mukjizat, akidah, ibadah, mu’amalah,
akhlak, hukum, sejarah, dan dasar – dasar sains.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian
Al-Qur’an dan wahyu
2.
Nama
–nama dan sifat – sifat Al – Qur’an
3.
Sejarah Ringkas Turunnya Al – Qur’an
4.
Hikmah
Turunnya Al – Qur’an secara berangsur – angsur
5.
Kandungan
Al – Qur’an
6.
Fungsi
Al – Qur’an
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahuan apa Pengertian
Al-Qur’an dan wahyu
2.
Untuk
mengetahui Nama –nama dan sifat – sifat Al – Qur’an
3.
Bagaimana terbentuk nya Sejarah Ringkas Turunnya Al –
Qur’an
4.
Mengetahui apa Hikmah
Turunnya Al – Qur’an secara berangsur – angsur
5.
Mengetahui
apa saja Kandungan Al – Qur’an
6.
Untuk
mengetahui apa saja Fungsi Al – Qur’an
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian Al-Qur’an dan Wahyu
1.
Pengertian Al-Qur’an
Pengertian Al-Qur’an secara bahasa paling tidak ada lima
pendapat ulama yang menerangkannya sebagaimana dikutip oleh Abdul Djalal, HA.
dalam bukunya, Ulumul Qur’an[1] sebagai berikut:
a.
Al-Lihyani (w. 355 H) dan mayoritas ulama mengatakan bahwa
kata Al-Qur’an adalah lafal masdar yang setara dengan lafal qiraatan,
berwazan fu’lana yang di derivasi dari lafal qara’a-yaqra’u-qiratan dan
seperti lafal syakara-syukrana dan ghafara-ghufrana dengan arti
kumpul dan menjadi satu. Kata Al-Qur’an berupa mahmuz yang hamzahnya
asli dan nun-nya tambahan. Seperti dalam ayat 17-18 surat Al-Qiyamah:
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (١٧)فَإِذَا
قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (١٨)
Artinya:
sesungguhnya atas tanggungan
kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.
b.
Az-Zujaj (w. 311 H) mengatakan bahwa lafal Al-Qur’an
berupa isim sifat, ikut wazan fu’la, yang diambil dari kata al-qar’u
yang berarti kumpul pula. Sebab semua ayat, surat, hukum-hukum, dan kisah-kisah
Al-Qur’an berkumpul menjadi satu. Al-Qur’an mengumpulkan intisari semua
kitab-kitab suci dan seluruh ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat An-Nahl: 89 dan Al-An’am: 38.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
Artinya :
Dan Kami
turunkan kepadamu Al-kitab (Al- Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu.
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى
رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ .
Artinya :Tiadalah
Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan.
Dengan
demikian, kata Al-Qur’an berupa isim mahmuz yang hamzahnya asli dan nun-nya
tambahan.
c.
Abu Musa Al-Asy’ari (w. 324 H) mengatakan bahwa lafal
Al-Qur’an adalah isim musytaq ikut wazan fu’lan, yang diambil dari kata
al-qarnu seperti dari kalimat: Qarantu asy-syai’a bis sya’i yang
berarti: “Saya mengumpulkan sesuatu dengan sesuatu yang lain”. Kitab Al-Qur’an
dinamakan demikian, karena ayat-ayat, surat-surat, dan huruf-hurufnya berkumpul
menjadi satu dalam mushhaf Al-Qur’an. Jadi menurut pendapat ini, lafal
Al-Qur’an bukan isim mahmuz, sehingga nun-nya asli, sedangkan hamzahnya tambahan.
d.
Al-Farra’ (w. 207) mengatakan bahwa kata Al-Qur’an berupa
isim musytaq ikut wazan fu’lan, diambil dari lafal al-qara’in,
bentuk jamak dari kata qarinah yang berarti bukti.Kitab Al-Qur’an
dinamakan demikian, karena sebagiannya membuktikan sebagian yang lain. Jadi
menurut pendapat ini, lafal Al-Qur’an juga bukan berupa isim mahmuz, sehingga
hamzahnya zaidah dan nun-nya asli.
e.
Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) berpendirian bahwa lafal
Al-Qur’an itu bukan isim musytaq yang diambil dari kata yang lain, melainkan isim
murtajal, yaitu isim yang sejak mula diciptakannya sudah berupa isim alam
(nama), yakni nama dari kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan
selalu disertai dengan alif lam ata al.Jadi bukan isim mahmuz,
dan bukan isim musytaq, serta tidak pernah lepas dari al (alif lam).
Sedangkan
pengertian Al-Qur’an secara istilahtelah dikemukakan pula oleh para ulama dari
berbagai disiplin keahliannya, baik dalam bidang bahasa, Ilmu Kalam, Ushul
Fiqih dan sebagainya. Pengertian yang mereka buat antara satu sama lainnya ada
sedikit perbedaan. Dalam hal ini tentu bertendensi pada kecenderungan mereka
masing-masing.Syaikh Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah mengemukakan pengertian
Al-Qur’an dalam bukunya, sebagai berikut:
اَلْقُرْاَنُ الْكَرِيْمُ : هُوَ كِتَا بُ اللهِ – عَزَّ
وَجَلَّ–اَلْمُنَزَّلُ
عَلَى خَاتِمِ أَنْبِيَائِهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِلَفْظِهِ وَمَعْنَاهُ, اَلْمَنْقُوْلُ بِالتَّوَاتِرِ اَلْمُفِيْدُ لِلْقَطْعِ
وَاْليَقِيْنِ اَلْمَكْتُوْبُ فِى الْمَصَاحِفِ مِنَ أَوَّلِ سُوْرَةِ
الْفَاتِحَةِ إِلَى أَخِرِ سُوْرَةِ النَّاسِ.[2]
Artinya : Al-Qur’an
Al-Karim adalah kitab Allah–Azza wa Jall–yang diturunkan kepada Nabi
terakhir-Nya, Muhammad SAW secara lafal dan maknanya, diriwayatkan secara
mutawatir, berfaidah untuk memberi ketetapan dan keyakinan, termaktub dalam
mushaf-mushafyang diawali surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.
Sedangkan
Subhi As-Salih merumuskan pengertian Al-Qur’an yang dipandang dapat diterima
oleh para ulama terutama ahli bahasa, Fikih dan Usul Fikih sebagai berikut:
اَلْقُرْاَنُ هُوَ اَلْكِتَا بُ اَلْمُعْجِزُ اَلْمُنَزَّلُ
عَلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْمَكْتُوْبُ فِى اْلَمصَاحِفِاَلْمَنْقُوْلُ
عَلَيْ بِالتَّوَاتُرِاَلْمُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ.[3]
Artinya :Al-Qur’an
adalah firman Allah yang bersifat (berfungsi) mukjizat, diturunkan kepada Nabi
Muhammad, yang tertulis dalam mushaf-mushaf, diriwayatkan secara mutawatir dan
yang membacanya dipandang ibadah.
2.
Pengertian Wahyu dan Macam-macamnya
Kata wahyu mempunyai dua arti, yakni :
a.
Wahyu dalam arti al-iha’, artinya memberi wahyu.
b.
Wahyu dalam arti al-muha bih, artinya yang
diwahyukan.
Wahyu menurut pengertian bahasa ialah
memberitahukan sesuatu denan cara yang samar dan cepat. Sedangkan secara
istilah wahyu adalah pemberitahuan Tuhan kepada Nabi dan Rasul-Nya tentang
hukum-hukum Tuhan, berita-berita dan cerita-cerita dengan cara yang samar
tetapi meyakinkan kepada Nabi dan Rasul yang bersangkutan bahwa apa yang
diterimanya dari Allah sendiri.Allah telah menerangkan dalam Al-Qur’an tentang
cara pemberitahuan yang dikehendaki Tuhan kepada Nabi-Nya, yaitu tersebut dalam
surat Asy-Syura ayat 5:
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلا وَحْيًا
أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا
يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ .
Artinya :Dan
tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir[4] atau dengan mengutus seorang
utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
Berdasarkan
ayat tersebut, maka wahyu itu ada tiga macam :
1)
Pemberitahuan Tuhan dengan cara ilham tanpa perantara.
Termasuk dalam bagian ini adalah mimpi yang tepat dan benar (lamat:
Maduranya), misalnya Nabi Ihrahim pernah menerima perintah menyembelih
putranya, Nabi Ismail. Peristiwa ini diungkapkan kembail oleh Allah dalam Surat
Ash-Shaffat ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي
أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ
افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ .
Artinya :Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
2)
Mendengar firman Allah di balik tabir, seperti yang
dialami Nabi Musa ketika menerima pengangkatan kenabiannya. Peristiwa ini
disebutkan dalam surat Thaha ayat 11-13
فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى ١١)إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ
نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى (١٢)وَأَنَا اخْتَرْتُكَ
فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى (١٣)
Artinya :Maka
ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: “Hai Musa. Sesungguhnya Aku
inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; Sesungguhnya kamu berada
dilembah yang Suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa
yang akan diwahyukan (kepadamu)”.
Demikian pula peristiwa Mi‘raj
Nabi Muhammad, di mana Nabi menerima perintah langsung dari Tuhan untuk
mendirikan salat lima waktu, termasuk dalam kategori kedua ini
3)
Penyampaian wahyu (amanat) Tuhan dengan perantara Malaikat
Jibril yang dalam Al-Qur’an disebut “Ar-Ruhul Amin”. Ini ada tiga macam:
a)
Malaikat Jibril dilihat dalam bentuknya yang asli tetapi
ini jarang sekali terjadi.
b)
Malaikat Jibril menjelma sebagai manusia. Dia juga pernah
menjelma sebagai seorang laki-laki bernama Duhyah bin Khalifah.
c)
Nabi tidak melihat Malaikat Jibril ketika menerima wahyu,
tetapi beliau mendengar pada waktu kedatangan Malaikat itu suaranya seperti
suara lebah atau gemerincing bel. Dalam hal ini hanyalah Tuhan yang mengetahui
hakikatnya. Bagi orang yang kebetulan menyaksikan, hanya melihat
gejala-gejalanya yang bersifat lahir saja, misalnya badan Nabi bertambah berat
dan Nabi mengeluarkan keringat yang banyak, sekalipun dalam cuaca yang sangat
dingin. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari dari Aisayah
diterangkan bahwa penerimaan wahyu semacam terakhir ini adalah yang terberat.
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ يَأْتِيْكَ
الْوَحْيُ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : « أَحْيَانًا يَأْتِيْنِيْ ِمثْلَ
صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّيْ وَقَدْ
وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِيَ الْمَلَكُ رَجُلاً
فَيُكَلِّمُنِيْ فَأَعْيِ مَا يَقُوْلُ »قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيْدِ
الْبَرَدِ فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِيْنَهُ
لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا .[5]
Artinya :Dari
Aisyah Ummin Mu’minim RA bagwa Harits bin Hisyam RA bertama kepada Rasulullah
SAW, ia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana wahyu itu datang kepadamu?
Rasulullah menjawab: “Kadang-kadang wahyu itu datang kepadaku seperti
gemerincing bel, dan bentuk seperti itu paling berat rasanya bagiku dan aku
sungguh mengingatnya apa yang dikatakan. Dan kadang-kadang Malaikat datang
kepadaku menyerupai seseorang kemudian ia berkata kepadaku lalu saya mengingat
apa yang ia ucapkan.” Aisyah RA berkata: Sungguh saya melihat Nabi sedang
dituruni wahyu pada suatu waktu di mana cuaca dalam keadaan sangat dingin namun
keningnya bercucuran keringat.
Sedangkan
wahyu dalam arti al-muha bih, artinya yang diwahyukan, ada dua macam,
yaitu Al-Qur’an dan hadis. Hadis-hadis Nabi itu sekalipun dari segi susunan
bahasanya disusun oleh Nabi sendiri, tetapi dari segi makna datang dari Tuhan.
Karena itu, hadis-hadis Nabi itu pun dianggap sebagai wahyu pula.
B.
NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT AL-QUR’AN
Al-Qur’an memiliki beberapa nama
selain nama Al-Qur’an itu sendiri. Penamaan tersebut didasarkan pada firman
Allah sebagai berikut:
a)
Al-Qur’an,terdapat dalam surat Al-Baqarah, ayat 185.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى
لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ ….
Artinya : (Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al- Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). ….
b)
Al-Furqan, terdapat dalam surat Al-Furqan, ayat 1.
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ
لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا .
Artinya :Maha
suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Quran) kepada hamba-Nya, agar
dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.
c)
Al-Kitab, terdapat dalam surat An-Nahl, ayat 89.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ .
Artinya :Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri.
d)
Adz-Dzikr, terdapat dalam surat Al-Hijr, ayat 9.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ
لَحَافِظُون .
Artinya :Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.
e)
At-Tanzil , terdapat dalam surat Fushshilat ayat 41-42
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءَهُمْ
وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ (٤١)لا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ
تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ (٤٢).
Artinya : Sesungguhnya
orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu datang kepada
mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al- Qur’an itu adalah
kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan baik dari
depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan (tanzil) dari Tuhan Maha
Bijaksana lagi Maha Terpuji.
Dari beberapa
nama yang tersebut di atas yang paling populer adalah Al-Qur’an. Nama Al-Qur’an
menurut penulis memiliki keistimewaan (kekhususan) dibandingkan dengan nama
yang lain, yaitu kata Al-Qur’an hanya digunakan untuk sebutan nama kitab
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan tidak digunakan pada sebutan
lain. Sedangkan nama-nama yang lain bersifat umum, selain digunakan untuk
sebutan Al-Qur’an juga digunakan pada sebutan lain.
Sedangkan
sifat-sifat Al-Qur’an terkait dengan fungsi Al-Qur’an sebagai berikut:
1). Nur (cayaha), karena dengan Al-Qur’an perkara
yang halal dan haram menjadi terang atau jelas. Allah berfirman dalam Al-Qur’an
surat An-Nisa’: 174.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ
رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا .
Artinya :Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu.
(Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang
terang benderang (Al-Qur’an).
2). Huda (petunjuk), karena
Al-Qur’an memberikan petunjuk yang jelas pada yang hak dan membedakan antara
yang hak dan batil. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Yunus: 57.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ
رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمؤْمِنِينَ.
Artinya :Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman.
3). Majid (mulia), karena
Al-Qur’an terpelihara dari perubahan, penggantian, penambahan, dan pengurangan
dan bahkan Al-Qur’an secara internal memiliki keistimewaan yang tak tertandingi
oleh kalimat “sakti” karya manusia, siapa pun di mana pun dan kapan pun.
Artinya keindahan dan keaslian Al-Qur’an selalu kokoh tak tertandingi. Allah
berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Buruj: 21.
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ .
Artnya :Bahkan
yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an yang mulia.
4). Syifa’ (obat), karena
Al-Qur’an bisa menjadi obat hati bagi orang yang beriman dan menjadi obat dari
kebodohan bagi orang yang mengkajinya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat
Al-Isra’: 82.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ
لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا .
Artinya :Dan Kami turunkan dari
Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian.
5). ‘Aziz (mulia atau wibawa),
karena Al-Qur’an tidak bisa tertandingi oleh siapa pun. Allah berfirman dalam
Al-Qur’an surat Fushshilat: 41.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءَهُمْ
وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ.
Artinya :Sesungguhnya orang-orang
yang mengingkari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu datang kepada mereka, (mereka
itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia.
6). Basyirun wa nadzirun (memberi kabar gembira dan
menakutkan), karena Al-Qur’an memberi informasi tentang nikmat surga bagi orang
beriman dan beramal saleh dan siksa neraka bagi orang yang durhaka. Allah
berfirman dalam Al-Qur’an surat Fushshilat: 4.
بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لا
يَسْمَعُونَ.
Artinya :Yang
membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka
berpaling, tidak mau mendengarkan.
C.
SEJARAH RINGKAS TURUNNYA AL-QUR’AN
Al-Qur’an
diturunkan dengan dua tahap penurunan:
1.
Al-Qur’an diturnukan oleh Allah sekaligus (secara lengkap)
pada hari Jum’at, 17 Ramadan malam Lailatul Qadardari Al-Lauhul Mahfuzh
ke Baitul ‘Izza di Samaid Dunya (langit dunia).
2.
Al-Qur’an diturunkan ke dunia secara berangsur-angsur
berupa beberapa ayat dari suatu surat atau berupa satu surat pendek lengkap.
Permulaan turunnya Al-Qur’an ke dunia juga pada malam nuzulul Qur’an, tepatnya
hari Jum’at, 17 Ramadan bertepatan dengan malam Lailatul Qadar.[7]
Turunnya
Al-Qur’an kadang kala dilatarbelakangi oleh sesuatu (asbabun nuzul)
kadang kala tidak. Ayat-ayat yang memiliki asbabun nuzul pada umumnya
berupa ayat-ayat hukum (tasyri’iyyah). Turunnya ayat-ayat itu adakalanya
berupa peristiwa yang terjadi di masyarakat Islam, adakalanya pertanyaan dari
kalangan sahabat Nabi atau dari kalangan lainnya yang ditujukan pada Nabi.
Sedangkan ayat-ayat yang turun tanpa didahului asbabun nuzul lebih banyak
jumlahnya, misalnya ayat-ayat tentang ihwal umat-umat terdahulu beserta para
Nabinya, menerangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu,
menceritakan hal-hal yang ghaib yang akan terjadi atau menggambarkan keadaan
hari kiamat beserta nikmat surga dan siksa neraka.[8]
Sedangkan
penyampaian Al-Qur’an secara keseluruhan memakan waktu kurang lebih 23 tahun,
yakni 12 tahun, 5 bulan, dan 13 hari ketika Nabi masih tinggal di Mekah,
sebelum hijrah keMadinah (Yatsrib) dan 9 tahun, 9 bulan, dan 9 hari ketika
beliau hijrah ke Madinah. Surat-surat yang turun di Madinah meliputi :
Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa’, Al-Maidah, Al-Anfal, At-Taubah, Al-Hajj,
An-Nur, Al-Ahzab, Al-Qital, Al-Fath, Al-Hujurat, Al-Hadid, Al-Mujadalah,
Al-Hasyr, Al-Mumtahinah, Ash-Shaff, Al-Jumu’ah, Al-Munafiqun, At-Taghabun,
Ath-Thalaq, At-Tahrim,An-Nash. Sedangkan surat-surat selain yang tersebut itu
tergolong surat Makkiyah.[9]
Surat atau
ayat Al-Qur’an yang diturunkan sebelum Nabi hijrah disebut surat atau ayat Makkiyah
sebanyak 19 juz dari 30 juz. Ciri-cirinya; surat atau ayatnya pendek-pendek (qashirah),
bahasanya singkat padat (ijaz) mengingat sasaran pertama dan utama pada
periode Mekah adalah orang-orang Arab Asli (seperti suku Quraisy dan suku Arab
lainnya), mereka tentu sudah paham betul terhadap bahasa Arab. Kalimatnya
banyak diwali dengan ya ayyuhan nas. Surat Makkiyah pada umumnya berupa
ajakan untuk bertauhid secara murni (pure monoteisme), juga
tentang pembinaan mintal dan akhlak.
Sedangakan
Al-Qur’an yang diturunkan setelah hijrah disebut surat atau ayat Madaniyah
yang terdiri dari 11 juz dari 30 juz Al-Qur’an. Ciri-cirinya; ayat atau
suratnya panjang-panjang (thawilah), gaya bahasanya panjang lebar (ithnaf)
dan lebih jelas, karena sasarannya bukan saja orang-orang Arab asli, tapi juga
orang non-Arab dari berbagai bangsa yang sudah banyak masuk Islam, dan sudah
tentu mereka kurang menguasai bahasa Arab. Banyak ayat-ayatnya yang diawali
dengan ya ayyuhal ladzina amanu. Mengenai kandungan surat Madaniyah pada
umumnya berupa norma-norma hukum untuk pembentukan dan pembinaan pranata sosial
dan negara yang adil dan makmur dimana kondisi masyarakat Madinah pada waktu
itu lebih berperadaban ketimbang penduduk Mekah yang hanya memiliki satu karakter,
satu lingkungan, agama yang homogen,[10] sehingga sangat tepat agenda
Rasulullah untuk periode ini membangun negara Madinah.
Al-Qur’an
pertama kali diturunkan kepada Rasulullah berupa surat Al-Alaq dari ayat 1
sampai 5 sewaktu beliau sedang berkhalwat di gua Hira bertepatan dengan tanggal
17 Ramadhan/6 Agustus 610 M. Sedangkah wahyu terakhir yang diterima Nabi adalah
surat Al-Maidah ayat 3 saat Nabi berwukuf di Arafah melakukan haji Wada’ pada
tanggal 9 Dzulhijjah tahun kesepuluh hijriyah, 7 Maret 623 M. Antara wahyu
pertama dengan wahyu kedua yang diterima Nabi berselang kurang lebih 23 tahun.
D.
HIKMAH TURUNNYA AL-QUR’AN SECARA
BERANGSUR-ANGSUR
Hikmah
diturunkan Al-Qur’an secara berangsur-angsur, antara lain :
1.
Untuk meneguhkan hati Nabi dalam melaksanakan tugas
sucinya sekalipun menghadapi berbagai tantangan (challanges) dan
hambatan (contrains) yang beraneka ragam, menghibur Nabi pada saat-saat
sedang menghadapi kesulitan, kesedihan, atau perlawanan dari orang-orang kafir.
sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, QS. Al-Furqan: 32-33, QS. Al-Ahqaf:
35, dan QS. Al-An’am: 34.
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ
جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا
(٣٢)وَلا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا
جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا (٣٣)
Artinya :Berkatalah
orang-orang yang kafir: ‘Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya
sekali turun saja?”; Demikianlah[11] supaya Kami perkuat hatimu
dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah
orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan
Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.[12]
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
وَلا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ
يَلْبَثُوا إِلا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
(٣٥)
Artinya :Maka
bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari
Rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi
mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah
tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu
pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى
مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ
اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ .
Artinya :Dan
sesungguhnya telah didustakan (pula) Rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi
mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka,
sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat
merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang
kepadamu sebahagian dari berita Rasul-rasul itu.
2.
Untuk meneguhkan dan menghibur hati umat Islam yang hidup
di masa Nabi. Mereka tentu mengalami pahit-getir perjuangan menegakkan
kebenaran Islam bersama-sama dengan Rasulullah, sebagaimana firman Allah, QS.
An-Nur: 55.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ .
Artinya : Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.
3.
Untuk memudahkan Nabi menghafal Al-Qur’an, sebab beliau
adalah ummi (buta huruf), demikian juga untuk memudahkan para sahabat
Nabi yang buta huruf.
4.
Untuk memberikan alokasi waktu sebaik-baiknya kepada umat
Islam agar meninggalkan sikap dan mental juga tradisi-tradisi pra Islam (jaman
Jahiliah) yang negatif secara berangsur-angsur, karena mereka telah dapat
menghayati ajaran-ajaran Al-Qur’an secara bertahap (step by step) pula.
Jika ayat Al-Qur’an, terutama mengenai hukum kewajiban dan larangan diberikan
sekaligus, pasti akan mendapat tantangan dari masyarakat waktu itu yang akan
mengganggu terhadap keberhasilan dakwah Nabi. Dengan demikian, Al-Qur’an
“berbica” sesuai dengan metodenya.
E.
KANDUNGAN AL-QUR’AN
Isi ajaran
Al-Qur’an pada hakikatnya mengandung lima prinsip,[13] sebab tujuan pokok diturunkan
Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad untuk diteruskan kepada umat manusia untuk
menyampaikan lima prinsip yang terdapat di dalam Al-Qur’an, sebagai berikut:
1.
Tauhid (doktrin tentang kepercayaan kepada Allah Yang Maha
Esa)
Adam sebagai
bapak manusia modern dan Nabi pertama adalah seorang yang bertauhid dan
mengajarkan tauhid kepada keturunan atau umatnya, tapi realitanya tidak sedikit
manusia keturunannya menyimpang dari ajaran tauhid. Mereka ada yang menyembah
api, matahari, dewa juga memperanak Tuhan dan sebagainya. Untuk meluruskan
kepercayaan mereka ke arah yang benar, yang diridhai Tuhan, maka diutuslah Nabi
dan Rasul secara silih berganti, mulai dari Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad
SAW sebagimana Allah berfirman, QS. An-Nahl: 36 dan QS. Al-Ahzab: 40.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ
اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ
وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا
كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ .
Artinya :Dan
sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[14] itu”, Maka di antara umat itu ada
orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya
orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
(Rasul-rasul).
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ
رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
.
Artinya :Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.
Sebelum
kedatangan Nabi Muhammad (pra Islam), keadaan umat manusia pada umumnya telah
menyimpang dari ajaran tauhid Rasulnya, setelah Rasul mereka wafat, sekalipun
sebagian mereka ada pula yang mengaku bertauhid, namun ketauhidan mereka tidak
murni, sebab Tuhan dianggap tidak tunggal sepenuhnya, melainkan Ia terdiri dari
beberapa oknum, misalnya trinitas dari agama Kristen. Jadi konsep ketauhidan
mereka merupakan hasil kreasi mereka sendiri, sehingga turunnya
Al-Qur’an mengoreksi terhadap penyimpangan ini.
2.
Janji (wa’ad) dan ancaman (wa’îd)
Allah menjanjikan kepada setiap manusia yang
beriman dan beramal saleh, akan mendapatkan kebahagian hidup, baik di dunia
maupun di akhirat dan akan dijadikan pelestari bumi (khalifah).
Sebaliknya, Allah akan mengancam pada setiap orang yang ingkar kepada-Nya dan
Rasul-Nya, hidupnya akan mendapatkan kesengsaraan, baik di dunia maupun di
akhirat, sebagaimana Firman Allah, QS. An-Nur: 55 sebagaimana disebut di atas,
dan QS. At-Taubah: 67-68.
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ
يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ
أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ (٦٧)وَعَدَ
اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ
خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ
(٦٨).
Artinya :Orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah
sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan
mereka menggenggamkan tangannya (kikir). Mereka telah lupa kepada Allah, maka
Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang
yang fasik. Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan
orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah
neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang
kekal.
3.
Ibadah
Tujuan Allah menciptakan manusia untuk beribadah
(mengabdi) kepada-Nya, sebagaimana firman Allah, QS. Adz-Dzariyat: 56.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ .
Artinya : Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
Makna ibadah
secara proporsional memiliki arti luas, baik mencakup ibadah mahdhah
seperti shalat, puasa, haji dan lainnya. Demikian juga ibadah ghairu mahdhah,
yaitu segala aktifitas manusia yang memiliki motif (niat) baik akan dinilai
ibadah, seperti mencari nafkah untuk keluarga dan sebagainya. Ibadah bagi
manusia berfungsi sebagai manifestasi syukur manusia terhadap Tuhannya, atas
segala nikmat yang telah diberikan kepadanya. Ibadah juga berfungsi sebagai
realisasi dan konsekuensi logis manusia atas keimanannya kepada Tuhan, karena
tidak cukup bagi manusia hanya beriman tanpa disertai amal, sebagaimana pula
tidak cukup beramal tanpa didasari iman. Iman dan amal adalah
satu paket yang harus disejajarkan secara proporsional untuk mencapai kualitas
insan kamil.
4.
Jalan dan cara mencapai kebahagiaan
Setiap
manusia tentu memiliki cita-cita ingin mendapatkan kebahagian hidupnya, baik di
dunia maupun di akhirat. Untuk mencapai kebahagian itu, Allah memberikan
petunjuk kepada umat Islam dalam Al-Qur’an untuk dapat dijadikan pedoman hidup,
sebagaimana firman-Nya, QS. Al-Baqarah: 2.
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ .
Artinya :Kitab
(Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.
5.
Kisah-kisah (qashash)[15] umat manusia sebelum umat Nabi
Muhammad
Potret
kehidupan (kisah) umat terdahulusangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an, baik
menyangkut peran manusia sebagai protaganis seperti Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim
AS dan sebagainya. Demikian juga menyangkut peran manusia sebagai antagonis
(penentang kebenaran), seperti Fir’aun dan sebagainya. Kisah-kisah yang
terdapat dalam Al-Qur’an memiliki nilai berharga bagi umat Nabi Muhammad untuk
dapat dijadikan pelajaran (‘ibrah), yaitu mereka dapat mengambil sisi
positifnya dan menjauhi sisi negatifnya, Allah berfirman, QS. Yusuf: 111.
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ مَا
كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ
كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ .
Artinya : Sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Kelima
prinsip tersebut di atas secara global tergambar dalam surat Al-Fatihah,
sebagai surat pembuka (preambule). Oleh karena itu surat Al-Fatihah
dapat disebut sinopsis atau populer disebut ummul kitab (induk
Al-Qur’an) karena dapat memproyeksikan isi pokok Al-Qur’an secara global.
F.
FUNGSI AL-QUR’AN
Al-Qur’an
memiliki beberapa fungsi, diantara fungsi pentingnya adalah:
1.
Sebagai sumber monumintal (pokok) segala macam aturan
tentang akidah, akhlak, hukum, ekonomi, politik, kebudayaan, pendidikan dan
sebagainya, yang harus dijadikan way of life bagi seluruh umat manusia
untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Allah berfirman, QS.
Al-Ahzab: 36.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ
يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا .
Artinya :Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang
nyata.
2.
Sebagai mukjizat Nabi Muhammad untuk membuktikan bahwa
Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rasul Allah dan bahwa Al-Qur’an adalah firman
Allah, bukan ciptaan Nabi Muhammad sendiri.
Setiap Rasul
diberi mukjizat oleh Allah sebagai senjata untuk menunjang suksesnya misi yang
dibawanya. Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar yang diberikan Allah kepada Nabi
Muhammad, sebab Al-Qur’an berlaku sepanjang masa untuk seluruh umat manusia.
Perhatikan firman Allah, QS. Al-Baqarah: 23.
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى
عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ
اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ .
Artinya : Dan
jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba
Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
3.
Sebagai hakim yang diberi wewenang oleh Allah untuk
memberi keputusan terakhir mengenai masalah yang diperselisihkan oleh pemimpin
dari berbagai macam agama sekaligus sebagai korektor terhadap kepercayaan yang
menyimpang dari yang sebenarnya yang dilakukan oleh pemeluk agama setelah Rasul
mereka wafat. Allah berfirman, QS. An-Nahl: 64.
وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلا لِتُبَيِّنَ
لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ .
Artinya : Dan
Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) ini, melainkan agar kamu
dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
4.
Sebagai penguat kebenaran keberadaan para Nabi dan Rasul
sebelum Nabi Muhammad. Hanya saja ajaran-ajaran mereka beserta kitab-kitab
sucinya sudah tidak orisinil lagi, karena tidak sedikit yang telah diubah oleh
para pemimpin mereka. Allah berfirman, QS. Al-Maidah: 48.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا
لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ
مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ
اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ
بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ .
Artinya :Dan
Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan
apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu
ujian terhadap Kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Al –
Quran sebagai wahyu dan mukjizat terbesar Rasulullah SAW. Mempunyai dua
pengertian. Yaitu secara Etimologi (bahasa) dan pengertian Terminology
(istilah). Adapun isi pokok ajaran islam yaitu masalah akidah, masalah hukum,
masalah ibadah, masalah sejarah, masalah mu’amalah, masalah sains, masalah
akhlak dan hukum.
Adapun
fungsi dan tujuan al – Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia, sumber
pokok ajaran islam, peringatan dan pelajaran bagi manusia. Adapun kedudukan al
– qur’an dalam islam sebagai sumber yang asasi bagi syari’at (hukum) islam. Dan
peraturan – peraturan bagi setiap umat muslim untuk mencapai kebahagian dunia
dan akhirat.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Muhith Ruba’i dkk., ‘Ulumut Tafsir 1.Jakarta:
Departemen Agama, 1996/1997.
Andika Joni, Makalah Tentang Al – Qur’an. Diponegoro.
Pendidikan Islam, 2015
Abu Daud Sulaiman bin Asyats As-Sijintani, Sunan
Abi Daud, Juz 4. Beirut: Darul Kitab Al-Arabi, tt.
Comments
Post a Comment