BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-Qur’anul Karim adalah mukjizat Islam yang
kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia
diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah, Muhammad SAW. Untuk mengeluarkan
manusia dari zaman yang dipenuhi kegelapan menuju zaman yang terang benderang,
serta membimbing manusia kejalan yang lurus. Rasulullah SAW. Menyampaikan
Al-Qur’an itu kepada para sahabatnya –orang-orang Arab asli– sehingga mereka
dapat memahami isi Al-Qur’an berdasarkan naluri mereka. Apabila mereka
mengalami kesulitan dalam memahami ayat Al-Qur’an, mereka dapat menanyakan
langsung kepada Rasulullah SAW.
Ayat-ayat Al-Qur’an ada yang diturunkan
dikota Makkah dan sekitarnya dan ada juga yang diturunkan dikota Madinah dan
sekitarnya, sehingga dalam Al-Qur’an ada surah yang diberi nama surah Makkiyah
dan ada pula surah yang diberi nama surah Madaniyah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa definisi Makki
dan Madani ?
2. Apa macam-macam
norma perbedaan antara Makki dan Madani ?
3. Bagaimana ketentuan
dan ciri khas dari Makki dan Madani ?
C. Maksud
dan Tujuan
1. Mahasiswa mampu
menjelaskan perihal definisi Makki dan Madani.
2. Mahasiswa mampu
memahami norma perbedaan antara Makki dan Madani.
3. Mahasiswa mampu memahami
dan mengetahui ketentuan dan ciri khas Makki dan Madani.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Makki dan Madani
Disini ada empat hal yang perlu dicermati
dalam mendefinisikan Makki dan Madani yaitu masalah ruang, waktu, subyek dan
konten seperti yang dijadikan rujukan dan acuan oleh para Ulama’.
Bagi
mereka yang mengartikannya mengacu pada ruang, mereka mengatakan:
Makkiyyah ialah
surah-surah dan atau ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi SAW.
ketika sedang berada di Makkah atau sekitarnya, baik sebelum beliau berhijrah
ke Madinah atau sesudahnya, termasuk ke dalam kategori ini adalah ayat-ayat
yang diturunkan saat beliau sedang berada di Mina, Arafah, Hudaibiyah, dan
sebagainya. SedangkanMadaniyyah ialah surah-surah atau
ayat-ayat yang diturunkan di Madinah dan daerah di sekitarnya, termasuk dalam
kelompok ayat ini adalah ayat-ayat yang diturunkan pada saat Nabi berada di
Badar, Uhud dan sekitarnya.
Bagi mereka yang mengacu pada periode waktu
mengatakan bahwa:
Makkiyyah ialah
surah-surah atau ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan sebelum Nabi SAW.
berhijrah dari Makkah ke Madinah meski ayat-ayat itu diturunkan di luar
kota Makkah. Sedangkan Madaniyyah ialah
ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan setelah Nabi SAW. berhijrah ke Madinah
meski turunnya di Makkah atau daerah-daerah lainnya.
Bagi mereka yang mengacu
kapada al-Mukhathab yaitu: subyek dari surah-surah atau
ayat-ayat yang diturunkan, sehingga mereka memberi batasan pemaknaan sebagai
berikut:
Makkiyyah ialah
surah-surah atau ayat-ayat yang ditujukan kepada penduduk Makkah. Ayat-ayat itu
umumnya di mulai dengan lafal : “yâ ayyuha al-nâs”, “yâ ayyuha al-kâfirûn”,
yâ banî âdam”. Diawalinya ayat-ayat Makkiyyah dengan lafal-lafal
tersebut adalah karena kebanyakan dari penduduk Makkah saat itu terdiri dari
orang-orang kafir dan musyrik. Sedangkan Madaniyyah ialah
ayat-ayat al-Qur’an yang ditujukan kepada penduduk Madinah. Ayat-ayat tersebut
biasanya diawali dengan lafal: “yâ ayyuha al-ladzîna âmanû”.
Diawali-nya dengan lafal yang demikian itu karena mayoritas penduduk
Madinah itu adalah terdiri dari orang-oarang beriman, meski juga penduduk
lainnya ikut terpanggil dalam ayat tersebut.[3]
Terakhir, bagi mereka yang mengacu pada konten
memeknainnya sebagai berikut:
Makkiyyah ialah
surah-surah dan atau ayat-ayat al-Qu’an yang menampilkan cerita-cerita mengenai
para Nabi dan umat-umat terdahulu, baik menyangkut kejayaan maupun kehancuran (khususnnya
bagi umat-umat itu). Sedangkan Madaniyyah ialah
surah-surah dan atau ayat-ayat yang memuat mengenai berbagai ketentuan hukum
seperti hudud, fara’idl dan lain dan sebagianya.
Apabila ayat-ayat itu turun di suatu
tempat, kemudian oleh salah seorang sahabat dibawa segera setelah di turunkan
untuk disampaikan di tempat lain, maka para ulama pun akan menetapkan seperti
itu. Mereka berkata: “Ayat ini dibawa dari Makkah
ke Madinah, dan ayat ini dibawa dari Madinah ke Makkah.”
Abul Qasim Al-Hasan bin Muhammad bin Habib
An-Naisaburi menyebutkan dalam kitabnya At-Tanbih ‘Ala fadhli ‘Ulum
Al-Qur’an, “Di antara ilmu-ilmu Al-Qur’an yang paling mulia adalah
ilmu tentang nuzul Al-Qur’an dan wilayahnya; urutan turunnya di Makkah dan
Madinah, tentang hukumnya yang diturunkan di Makkah tetapi mengandung hukum
tentang hukumnya yang diturunkan di Madinah dan sebaliknya; serupa dengan yang
diturunkan di Makkah, tetapi menyangkut penduduk Madinah dan sebaliknya; serupa
dengan yang diturunkan di Makkah, tetapi pada dasarnya termasuk Madani dan
sebaliknya. Juga tentang yang diturunkan di Juhfah, di Baitul Maqdis, di Tha’if
atau di Hudaibiyah. Demikian juga yang diturunkan di waktu malam, di waktu
siang; diturunkan secara bersama-sama.[6] atau yang turun secara tersendiri;
ayat-ayat Makki dalam surah-surah Madani; yang dibawa dari Makkah ke Madinah
dan sebaliknya;dan dari Madinah ke Habasyah; yang diturunkan dalam bentuk
global dan yang telah dijelaskan; serta yang diperselisihkan sehingga sebagian
orang mengatakan Madani dan sebagian lagi mengatakan Makki. Orang yang tidak
mengetahui dan tak dapat membeda-bedakannya, ia tidak berhak berbicara tentang
Al-Qur’an.”
Yang terpenting dalam obyek kajian para ulama
dalam pembahasan ini adalah:
1. Yang
diturunkan di Makkah.
2. Yang
diturunkan di Madinah.
3. Yang
diperselisihkan.
4. Ayat-ayat
Makki dalam surah-surah Madani.
5. Ayat-ayat
Madani dalam surah-surah Makki.
6. Yang
diturunkan di Makkah namun hukumnya Madani.
7. Yang
diturunkan di Madinah yang hukumnya Makki.
8. Yang
serupa dengan yang diturunkan di Makkah dalam kelompok Madani.
9. Yang
serupa dengan yang diturunkan di Madinah dalan kelompok Makki.
10. Yang dibawa dari Makkah ke
Madinah.
11. Yang dibawa dari Madinah ke
Makkah.
12. Yang turun di waktu malam dan
di waktu siang.
13. Yang turun di musim panas dan
musim dingin.
14. Yang tutun di waktu menetap
dan perjalanan.
Inilah macam-macam ilmu Al-Qur’an yang pokok,
berkisar di sekitar Makkiyah dan Madaniyah. Oleh karena itu dinamakan sebagai “Ilmu
Al-Makki wa al-Madani”(ilmu Makiyyah dan Madaniyah).
Nomor
1, 2, dan 3 adalah pendapat yang paling mendekati kebenaran tentang jumlah
surah-surah Makki dan Madani.
Adapun
Madani ada dua puluh surah, yaitu:
1. Al-Baqarah;
2. Ali
Imran;
3. An
Nisa’;
4. Al
Maaidah;
5. Al
Anfal;
6. At
Taubah;
7. An Nur;
8. Al
Ahzab
9. Muhammad
10. Al Fath;
11. Al Hujurat;
12. Al Hadid
13. Al Mujadilah;
14. Al Hasyr;
15. Al Mumtahanah;
16. Al Jumu’ah;
17. Al Munafiqun
18. Ath Thalaq;
19. At Tahrim dan
20. An Nasr.
Sedangkan
yang diperselisihkan ada dua belas surah, yaitu:
1. Al
Fatihah;
2. Ar
Ra’d;
3. Ar
Rahaman;
4. Ash
Shaff;
5. At
Taghabun;
6. At-Tathhfif(Al
Muthafifin);
7. Al
Qadr;
8. Al
Bayyinah;
9. Az
Zalzalah;
10. Al Ikhlas;
11. Al Falaq
12. An Nas.
Kemudian sisanya adalah surah Makkiyah, yaitu
ada delapan puluh dua surah. Maka, jumlah surah-surah dalan Al-Qur’an semuanya
ada seratus empat belas surah.
4. Ayat-ayat
Makki dalam surah-surah Madani
Di antara sekian contoh ayat-ayat Makki dalam
surah Madani, ialah surah Al-Anfal ayat 30 yang artinya:
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ
الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ
وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ (٣٠)
“Dan
(ingatlah) ketika orang kafir (Quraisy) membuat makar kepadamu untuk menangkap
dan memenjarakanmu atau membunuh dan mengusirmu. Mereka membuat makar, tetapi
Allah menggagalkan makar mereka. Dan Allah adalah sebaik-baik pembalas makar” (Al-Anfal:
30)
Mengenai ayat ini Muqatil mengatakan
“Ayat ini diturunkan di Makkah; zahirnya menunjukkan demikian, sebab ia
mengandung makna apa yang di lakukan oleh orang-orang musyrik di Darun Nadwah
ketika mereka meremcanakan makar terhadap Rasulullah sebelum hijrah”.
Sebagian ulama juga mengecualikan ayat, “Wahai
Nabi, cukuplah Allah dan orang-orang mukmin yang mengikutinu menjadi
penolongmu.”(Al-Anfal:64), berdasarkan hadist yang diriwayatkan Al-Bazzar
dari Ibnu Abbas, bahwa ayat tersebut diturunkan ketika Umar bin Al-Khatthab
masuk islam.
5. Ayat-ayat
Madani dalan surah Makki
Salah satu contoh ayat Madani dalam surah
Makki adalah surah Al-An’am. Ibnu Abbas berkata,”Surah ini diturunkan sekaligus
di Makkah, maka ia adalah Makki, kecuali tiga ayat yang diturunkan di Madinah,
yaitu ayat 151-153.
“Katakanlah,
‘Marilah aku bacakan apa yang diharumkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu;
janganlah kamu menyekutukan Dia dengan sesuatu, berbuat baiklah kepada kedua
orangtuamu, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin; Kami
akan memberirezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak diantaranya maupun yang
tersembunyi...“ dan seterusnya hingga akhir ayat 153.
Dan, surah Al-Hajj adalah Makki, tetapi ada
tiga ayat yang Madani, yaitu ayat 19-21.
هَذَانِ خَصَمَان
اخْتَصَمُواْ فِي رَبِّهِمْ...
“Inilah
dua golongan yang bertengkar tentang Tuhan mereka...”hingga
akhir ayat 21.
6. Ayat
yang diturunkan di Makkah namun hukumnya Madani
Contoh dari pernyataan diatas adalah surah
Al-Hujurat ayat 13 yang artinya,
”Wahai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu si sisi
Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan
Maha mengenal.“ (Al-Hujurat: 13)
Ayat ini diturunkan di Makkah pada hari
penaklukan kota Makkah, tetapi sebenarnya Madani karena diturunkan sesudah
hijrah.
7. Ayat
yang diturunkan di Madinah namun hukumnya Makki
Para ulama memberi contoh yaitu surah
Al-Mumtahanah. Surah ini diturunkan di Madinah dilihat dari segi tempat
turunnya, tetapi seruannya ditujukan kepada orang musyrik di Makkah. Juga
seperti permulaan surah At-Taubah.
8. Yang
serupa dengan yang diturunkan di Makkah dalam kelompok Madani
Yang dimaksud para ulama disini, ialah
ayat-ayat yang terdapat dalan surah Madani tetapi mempunyai gaya bahasa dan
ciri-ciri umum seperti surah Makki. Contohnya adalah Al-Anfal ayat 32 yang
artinya:
“Dan
(ingatlah) ketika mereka –golongan musyrik- berkata. ‘Ya Allah, jika benar
Al-Qur’an ini Engkau, hujaniah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah
kepada kami adzab yang pedih.“ (Al-Anfal: 32)
Hal ini dikarenakan permintaan kaum musyrikin
untuk disegerakan adzab adalah di Makkah.
9. Yang
serupa dengan yang diturunkan di Madinah dalam kelompok Makki
Contohnya adalah firman Allah dalam surah
An-Najm ayat 32,
الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ
كَبَآئِر الْإِثْمِ وَالْفَواحِشَ إِلاَّ اللَّمَمَ (32) [النجم: 32]
“(Yaitu)
mereka yang menjauhi dosa-dosa besardan perbuatan kejiselain dari
kesalahan-kesalahan kecil.” (An-Najm: 32)
Menurut As-Suyuthi, perbuatan keji ialah
setiap dosa yang ada sanksinya. Dosa-dosa besar ialah setiap dosa yang
mengakibatkan siksa neraka. Dan kesalahan-kesalahan kecil ialah apa yang
terdapat diantara kedua batas dosa-dosa diatas. Sementara itu, di Makkah belum
ada sanksi dan yang sepura dengannya.[9]
10. Ayat
yang dibawa dari Makkah ke Madinah
Contohnya ialah surah Al-A’la. HR. Al-Bukhari
dari Al-Bara’ bin Azib yang mengatakan,”Orang yang pertama kali datang kepada
kami di kalangan sahabat Nabi adalah Mush’ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum. Keduanya
membacakan Al-Qur’an kami. Sesudah itu datanglah Ammar, Bilal dan Sa’ad.
Kemudian datang pula Umar bin Khattab sebagai orang yang kedua puluh. Baru
setelah itu datanglah Nabi. Aku melihat penduduk Madinah gembira setelah aku
membaca ‘Sabbihisma rabbikal a’la ‘ dari antara surah yang
semisal dengannya.”
Pengertian ini cocok dengan Al-Qur’an yang
dibawa oleh golongan Mujahirin, lalu mereka ajarkan kepada kaum Anshar.
11. Ayat
yang dibawa dari Madinah ke Makkah
Contohnya dari awal surah At-Taubah, yaitu
ketika Rasulullah SAW. memerintahkan Abu Bakar untuk pergi haji pada tahun
kesembilan. Ketika awal surah At-Taubah turun, Rasulullah memerintahkan Ali bin
Abi Thalib membawa ayat tersebut pada Abu Bakar, agar ia sampaikan kepada kaum
musyrikin. Maka, Abu Bakar pun membacakannya kepada mereka dan mengumumkan
bahwa tahun ini tidak ada seorang musyrik pun yang boleh berhaji.
12. Ayat
yang turun di waktu malam dan di waktu siang
Kebanyakan ayat Al-Qur’an turun pada siang
hari. Mengenai yang diturunkan pada malam hari, Abdul Qasim Al-Hasan bin
Muhammad bin Habib An-Naisaburi telah menelitinya. Dia memberikan beberapa
contoh, diantaranya adalah bagian-bagian akhir surah Ali-Imran. Ibnu Hibban
dalam kitab shahihnya, Ibnu Mundzir, Ibnu Mardawaih, dan Ibnu Abi
Ad-Dunya, meriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa Bilal datang kepada Nabi untuk
memberitahu shalat subuh. Tetapi, ia melihat Nabi sedang menangis. Ia bertanya,
“Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau menangis?” Nabi menjawab,
”Bagaimana saya tidak menangis, sementara tadi malam diturunkan padaku (ayat),’Sesungguhnya
pada penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal?[10] Kemudian
beliau bersabda, “Celakalah orang yang membacanya, tetapi tidak
mentadabburinya!”
Contoh lain ialah tentang orang yang tidak
ikut perang. Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dijelaskan,
hadits Ka’ab,”Allah menerima taubat kami pada sepertiga malam terakhir.”[11]
13. Ayat
yang turun dimusim panas dan di musim dingin
Para ulama memberi contoh ayat yang turun di
musim panas dengan ayat tentang kalalah yang terdapat di akhir
surah An-Nisaa’. Dalam ShahihMuslim, dari Umar, dikemukakan, “Tidak
ada yang sering kutanyakan kapada Rasulullah tentang sesuatu seperti
pertanyaanku mengenai kalalah.Dan beliau pun tidak pernah bersikap
kasar tentang sesuatu urusan seperti sikapnya kepadaku mengenai soal kalalah ini. Sampai-sampai
beliau menekan dadaku dengan jarinya sambil berkata,”Hai Umar, belum
cukuplah bagimu satu ayat yang diturunkan pada musim panas yang terdapat di
akhir surah An-Nasaa’?”[12]
Contoh lain ialah ayat yang turun dalam
perang Tabuk. Perang Tabuk terjadi pada musim panas yang berat sekali, seperti
yang dinyatakan dalam Al-Qur’an.[13]
Sedangkan yang turun pada musim dingin, ialah
ayat-ayat mengenai “tuduhan bohong” yang terdapat dalam surah An-Nur, “Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga...”sampai
dengan “bagi mereka ampunkan dan rezeki yang mulia.” (An-Nur:
11-26)
Dalam hadist shahih dari Aisyah disebutkan,
“Ayat-ayat itu di turunkan di hari yanng dingin.” Contoh lain adalah ayat-ayat
yang turun mengenai perang Khandaq, dalam surah Al-Ahzab. Ayat-ayat itu turun
pada hari yang amat dingin.
HR. Al-Baihaqi dalam Dala’il
An-Nubuwwah, dari Hudzaifah, ia berkata,”Orang-orang meninggalkan
Rasulullah pada malam peristiwa Ahzab, kecuali dua belas orang laki-laki. Lalu,
Rasulullah datang kepadaku, dan berkata, ‘Bangkit dan berangkatlah ke medan
Perang Ahzab!’ aku menjawab, ‘Wahai Rasulullah, demi Yang mengutus engkau
dengan sebenarnya, aku mematuhi engkau karena malu, sebab hari dingin sekali.’
Lalu turun wahyu Allah, ‘Wahai orang yang beriman, ingatlah akan nikmat
Allah yang telah dikaruniakan kepadamu ketika datang kepadamu tentara, lalu
Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu
lihat. Dan Allah Maha Melihat segala yang kamu kerjakan’.” (Al-Ahzab:
9)
14. Yang
turun di waktu menetap dan perjalanan
Mayoritas ayat-ayat dan surah-surah dalam
Al-Qur’an turun pada saat Nabi dalam keadaan menetap. Akan tetapi, karena
kehidupan Rasulullah tidak pernah lepas dari jihad dan peperangan di jalan
Allah, maka wahyu pun turun juga dalam perjalanan tersebut. Imam As-Suyuti
menyebutkan banyak contoh ayat yang turun dalam perjalanan. Di antaranya ialah
awal surah Al-Anfal yang turun di Badar setelah selesai perang, sebagaimana
yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Sa’ad bin Abi Waqqash.
Sedangkan surah At-Taubah ayat 34 yang
artinya:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ...
[التوبه: ٣٤]((٣٤
“Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak mau menafkankannya ke jalan
Allah...” (At-Taubah: 34)
Diriwayatkan Ahmad dari Tsauban, bahwa ayat
tersebut turun ketika Rasulullah dalam salah satu perjalanan.
Juga awal surah Al-Hajj. At-Tirmidzin dan
Al-Hakim meriwayatkan dari Imran bin Hushain yang menyatakan, ”Ketika turun
kepada Nabi ayat, ‘Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya
goncangan Hari Kiamat itu adalah kejadian yang sangat besar... sampai
dengan ...tetapi adzab Allah sangat kerasnya,[14] beliau dalam sedang perjalanan.”
Begitu juga surah Al-Fath. Al-Hakim dan yang
lain meriwayatkan, dari Al-Miswar bin Makhramah dan Marwan bin Al-Hakam,
keduanya berkata, “Surah Al-Fath dari awal sampai akhir turun di antara Makkah
dan Madinah berkaitan dengan masalah perdamaian Hudaibiyah.”
B. Perbedaan
Makki dan Madani
Untuk mengetahui dan menentukan Makki dan Madani
para ulama bersandar pada dua cara utama:
1. Simâ
i naqli (pendengaran seperti apa adanya). Cara ini
dilakukan berdasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat
dan menyaksikan turunnya wahyu; atau dari para tabi’in yang menerima dan
mendengar dari para sahabat bagaimana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan
dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan Makki dan Madani itu
didasarkan pada cara pertama ini. Dan contoh-contoh diatas merupakan bukti
paling baik baginya. Penjelasan tentang penentuan tersebut telah memenuhi
kitab-kitab tafsir bi al-ma’tsur, kitab-kitab asbabul nuzul dan
pembahasan-pembahasan mengenai ilmu Qur’an. Namun demikian, tentang hal
tersebut tidak terdapat sedikitpun keterangan dari Rasulullah, karena ia tidak
termasuk suatu kewajiban, kecuali dalam batas yang dapat membedakan mana
yang nasikh dan mana yang mansukh.[15] Qadi Abu Bakar Ibnut
Tayyib al-Baqallani dalam al-Intisâr menegaskan: “Pengetahuan tentang Makkiyyah
dan Madaniyyah itu mengacu pada hafalan para sahabat dan tabi’in.
Tidak ada satupun keterangan yang dapat dari Rasulullah mengenai hal itu, sebab
beliau tidak diperintahkan untuk itu, dan Allah tidak menjadikan ilmu
pengetahuan itu sebagai kewajiban umat. Bahkan sekalipun sebagian
pengetahuannya dan pengetahuan mengenai sejarah nasikh dan mansukh itu wajib
bagi ahli ilmu, tetapi pengetahuan tersebut tidak harus diperoleh melalui nash
dari Rasulullah SAW.”[16]
2. Qiyâs ijtihâdi didasarkan
pada hasil pengamatan terhadap ciri-ciri Makki dan Madani. Apabila dalam surah
Makki itu terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Madani atau mengandung
peristiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu Madani. Dan apabila dalam surah
Madani terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Makki atau mengandung
peristiwa Makki, maka ayat tadi dikatakan sebagai ayat Makki. Bila dalam satu
surah terdapat ciri-ciri Makki, maka surah itu dinamakan surah Makki.
Sebaliknya, bila dalam suatu surah terdapat ciri-ciri Madani, maka surah itu
dinamakan surah Madani. Inilah yang disebutqiyâs ijtihâdi.[17]Oleh karena
itu, para ahli mengatakan: “setiap surah yang di dalamnya mengandung kisah para
nabi dan umat-umat terdahulu, maka surah itu adalah Makkiyyah. Dan
setiap surah yang di dalamnya mengandung kewajiban atau ketentuan, surah itu
adalah Madaniyyah.[18] Dan begitu seterusnya.” Ja’bari
mengatakan, “untuk mengetahui Makki dan Madani ada dua cara: simâ’i(pendengaran)
dan qiyâsi (kias).”Sudah tentu simâ’i pegangannya
berita pendengaran, sedang qiyâsi berpegang pada
penalaran. Baik berita pendengaran maupun menalaran, keduanya merupakan metode
pengetahuan yang valid dan metide penelitian ilmiah.
v
Perbedaan
Makki dengan Madani
Untuk membedakan Makki dengan Madani, para
ulama mempunyai tiga macam pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya
sendiri.
Pertama; dari
segi waktu turunnya. Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun
bukan di Makkah. Madani adalah yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun bukan
di Madinah. Yang turun sesudah hijrah sekalipun di Makkah dan Arafah, adalah
Madani, seperti yang diturunkan pada tahun penaktukkan kota Makkah, misalnya
surah An-Nisa’ ayat: 58
”Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak...“ (An-Nisa’
ayat: 58)
Kedua;
dari segi tempat turunnya. Makki adalah yang turun di Mekkah dan sekitarnya
seperti di Mina, Arafah dan Hudaibiyah. Dan Madani adalah yang turun di Madinah
dan sekitarnya seperti Uhud, Quba dan Sil’. Namun pendapat ini berkonsekuensi
tidak adanya pengecualian secara spesifik dan batasan yang jelas. Sebab yang
turun di perjalanan, di Tabuk atau di Baitul Maqdis tidak termasuk dalam salah
satu bagiannya,17 sehingga ia tidak dinamakan Makki maupun
Madani.
Ketiga;
dari segi sasarannya. Makki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk
Makkah dan Madani adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah.
Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat Al-Qur’an
yang mengandung seruan “ya ayyuhan-nas”(wahai manusi) adalah Makki.
Sedangkan ayat yang mengandung seruan “ ya ayyuhal-ladzina amanu”(wahai
orang-orang yang beriman) adalah Madani.
Al-Qur’an adalah seruan Allah terhadap semua
makhuk. Ia dapat saja menyeru orang yang beriman dengan sifat, nama atau
jenisnya. Begitu pula orang yang tidak beriman dapat diperintah untuk
beribadah, sebagaimana orang yang beriman diperintahkan konsisten dan menambah
ibadahnya.
C. Ketentuan
dan Ciri Khas Makki dan Madani
Para ulama telah meneliti surah-surah Makki
dan Madani; dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya, yang
menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang
dibicarakan. Dari situ mereka dapat menghasilkan kaidah-kaidah dengan ciri-ciri
tersebut.
Ketentuan
Makki dan ciri khas temanya:
1. Setiap surah yang
didalamnya mengandung “ayat-ayat sajdah” maka surah itu Makki.
2. Setiap surah yang
mengandung lafal “kallâ” berarti Makki. Lafal ini hanya
terdapat dalam separuh terakhir dari Al-Qur’an. Dan disebutkan sebannyak tiga
puluh tiga kali dalam lima belas surah.
3. Setiap surah yang
mengandung “yâ ayyuhan-nâs” dan tidak mengandung “yâ
ayyuhal-ladzîna âmanû”, berarti Makki, kecuali surah al-Hajj yang pada
akhir surah terdapat yâ ayyuha al-ladzîna âmanûr-ka’û wasjudû.
Namun demikian sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat
Makki.
4. Setiap surah yang mengandung
kisah para nabi dan umat terdahulu adalah ayat Makki.
5. Setiap surah yang
mengandung kisah Adam dan Iblis adalah Makki kecuali surah Al- Baqarah.
6. Setiap surah yang dibuka
dengan huruf-huruf singkatan, seperti Alif Lâm Mim, Alif Lâm Râ, Hâ Mîm dan
lain-lainya, adalah Makki, kecuali Al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Sedangkan surah
Ra’d masih diperselisihakan.
Ini adalah dari segi karakteristik secara umum,
sedangkan dari segi ciri tema dan gaya bahasa diringkas sebagai berikut:
1. Ajakan kepada tauhid dan
beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengebai risalah, kebangkitan dan hari
pembalasan, hari kiamat dan kenegriannya, neraka dan siksaannya, surga dan
nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti
rasional dan ayat-ayat kauniyah.
2. Peletakan
dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak yang mulia yang dijadikan
dasar terbentuknya suatu masyarakat; pengambilan sikap tegas terhadap
kriminalitas orang-orang musyrik yang telah banyak menumpahkan darah,
memakan harta anak yatim secara zhalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan
dan tradisi buruk lainnya.
3. Menyebutkan kisah
para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran, sehingga mengetahui nasib
orang sebelum mereka yang mendustakan Rasul, sebagai hiburan bagi Rasulullah
sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan mereka dan yakin akan menang.
4. Kalimatnya singkat
padat disertai kata-kata yang mengesankan sekali di telinga terasa menembus dan
terdengar sangat keras, menggetarkan hati dan maknanya pun meyakinkan dengan
didukung oleh lafazh-lafazh sumpah, seperti surah-surah yang pendek-pendek,
kecuali sedikit yang tidak.
Ketentuan
Madani dan ciri khas temanya
1. Setiap surah yang berisi
kewajiban atau sanksi hukum.
2. Setiap surah yang didalamnya
disebutkan orang-orang munafik, kecuali surah Al-Ankabut. Ia adalah Makki.
3. Setiap
surah yang didalamnya terdapat dialog dengan Ahli Kitab.
Ini dari segi karakteristik secara umum. Adapun dari
segi tema dan gaya bahasanya, sebagai berikut:
1. Menjelaskan masalah
ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan
internasional, baik di waktu damai maupun di waktu perang, kaidah hukum dan
masalah perundang-undangan.
2. Seruan terhadap
Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk
masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab
Allah, permusuhan mereka setelah keterangan datang kepada mereka karena rasa
dengki diantara sesama mereka.
3. Menyingkap perilaku
munafik, menganalisis kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia
berbahaya bagi agama.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Mempelajari dan memahami ayat Makki dan
Madani sangatlah penting dalam Ulumul Qur’an, bukan hanya dari segi pengetahuan
sejarah tetapi juga untuk memahami dan menafsirkan ayat-ayat yang bersangkutan
tersebut.
Surah di dalam Al-Qur’an berisi ayat tentang
dua periode tersebut dan banyak para ulama yang memiliki perbedaan pendapat
dalam menentikan hal tersebut. Tetapi bagaimanapun juga hal tersebut sudah
terbukti dengan hasil pembagian yang sudah mapan, dan sudah terlsebar luas
secara ilu tafsir, dan dijabarkan dari bukti-bukti internal dari teks
Al-Qura’an itu sendiri.
Pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah menurut
para ahli tafsir yaitu meliputi tentang masalah ruang, waktu, subyek dan
konten. Dan kegunaan mempelajari ilmu ini antara lain dapat membedakan
ayat-ayat nasikh dan mansukh, mengetahui ciri khas gaya bahasa makki dan madani
dalam Al-Qur’an, dan untuk menjadi alat pembantu dalam penafsiran Al-Qur’an.
B.
Saran
Kita sebagai umat beragama (Islam) yang
memiliki kitab suci yaitu Al-Qur’an hendaknya menjaganya dengan baik.
Menjaganya dengan baik di sini bermaksud kita supaya menjaga keaslian dari isi
Al-Qur’an itu, yaitu dengan cara kita menghafalkannya, mengkajinya, agar ketika
kita mengamalkannya itu adalah kebenaran yang mutlak tidak ada sangkut pautnya
dengan sesuatu kebohongan yang bisa menjerumuskan ke jalan yang salah.
Daftar Puataka
Thantawi,
Muhammad Sayyid.2013.Ulumul Qur’an.Jogjakarta: IrciSoD.
Usman.2009.Ulumul
Qur’an.Yogyakarta:Teras.
Al-Qaththan,Syaikh
mana’.200.Pengantar Ilmu Studi Al-Qur’an.Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Sodiqin,
Ali.2008.Antropologi Al-Qur’an.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
Al-Abyani
Ibrahim.1996.Sejarah Al-Qur’an.Jakarta:Rineka Cipta.
Anwar
Rosihon.2013.Ulum Alquran.Bandung:cv pustaka setia.
Comments
Post a Comment